Sabtu, 08 Juni 2013

To be a Winner or Become a Losers

Basril Djabar

Sebagai orang Minang yang berusaha setia tinggal di kampung halaman (daerah) saya sungguh prihatin dengan rencana investasi Lippo Group di Padang yang melebar menjadi isu yang berbau SARA (suku, agama, ras dan antar-golongan). Saya lebih prihatin lagi karena para pemimpin Sumatra Barat seperti bersembunyi atau bersikap diam ketimbang turun tangan menjernihkan masalah ini.Sebelum mengomentari lebih jauh masalah ini, saya perlu sedikit mengulas secara ringkas kronologis berkembangnya persoalan sekitar rencana (bahkan sudah dimulai) investasi Lippo Group yang akan membangun proyek terpadu rumah sakit, hotel, dan pusat perniagaan di Jalan Khatib Sulaiman Padang dengan nilai investasi sekitar Rp1,2 triliun.Peletakan batu pertama (ground breaking) proyek ini dilakukan pada hari Jumat tanggal 10 Mei lalu. Acara tersebut dihadiri antara lain Ketua DPD RI Irman Gusman, Menko Kesra Agung Laksono, Menteri Perumahan Rakyat Djan Farid, Kepala BNPB Syamsul Maarif, Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminuddin, Gubernur Sumatra Barat Irwan Prayitno, CEO Lippo Group James T. Riady, Presiden Lippo Group Theo L. Sambuaga, Walikota Padang Fauzi Bahar, dan tokoh-tokoh masyarakat Sumatra Barat seperti Azwar Anas, Mohammad Rani Ismael, Buya Mas’oed Abidin dan lain-lain. Juga hadir Ibu Ida Hasyim dan Ismail Ning –istri dan putra dari tokoh pengusaha Minang Alm. Hasyim Ning, mitra usaha Lippo Group sejak puluhan tahun silam. Saya sendiri juga diundang dan hadir dalam acara tersebut.

Permasalahan pertama muncul setelah acara peletakan batu pertama tersebut antara pengusaha Basrizal Koto dengan Walikota Fauzi Bahar. Basrizal Koto (Basko) yang akan membangun Padang Green City di kawasan Padang By Pass merasa “dikhianati” oleh Walikota yang sebelumnya telah menerbitkan surat rekomendasi untuk tidak memberikan izin proyek serupa selama 10 tahun. Walikota mengklarifikasi kepada saya bahwa surat tersebut bersifat informal, hanya untuk kepentingan interen Saudara Basko saja sesuai permintaannya.Persoalan Fauzi Bahar dengan Saudara Basko dapat diselesaikan, dan Walikota pun sudah hadir dan ikut melakukan peresmian pembangunan Padang Green City di Padang By Pass hari Sabtu tanggal 18 Mei 2013. Namun setelah itu muncul masalah baru, melebar ke isu “kristenisasi” di balik pembangunan rumah sakit Siloam milik Lippo Group tersebut. Ini berawal dari surat terbuka Dr. Mochtar Naim di mailinglist Rantau Net dan kemudian dimuat pula oleh sebuah surat kabar di Padang. Mochtar Naim juga menuduh tokoh nasional asal Sumbar, Ketua DPD RI Irman Gusman, berada di balik masuknya Lippo ke Padang. Surat terbuka Mochtar Naim saya nilai tendensius, menyerang pribadi dan tanpa melakukan check and recheck.

Sebagai pimpinan surat kabar, saya melihat isu tersebut tidak memiliki nilai berita, karena itu tidak layak dimuat di surat kabar.Isu yang dilontarkan Mochtar Naim tersebut, terutama yang berkaitan dengan tudingan tidak berdasar kepada Irman Gusman, kemudian diklarifikasi oleh walikota Padang Fauzi Bahar melalui jumpa pers. Walikota Padang menegaskan bahwa kehadiran Irman Gusman dalam acara tersebut adalah atas undangan langsung Walikota, karena itu ia menyatakan surat terbuka Mochtar Naim salah alamat, seharusnya ditujukan kepada Walikota Padang. Kehadiran sejumlah tokoh masyarakat Sumbar dalam acara peletakan batu pertama proyek Lippo Group itu adalah atas permintaan dan undangan walikota Padang.Saya juga menelepon Sdr. Irman Gusman untuk mengkonfirmasi tudingan Mochtar Naim dan pihak tertentu tersebut. “Apakah Da Bas percaya dengan isu tersebut? Atau menurut Uda saya perlu memberi penjelasan?” tanya Irman.Saya langsung memotong Sdr. Irman bahwa belum perlu ia membuat penjelasan. Biarlah kami yang di Sumatra Barat saja yang menyelesaikannya. Lagi pula, saya sudah mengenal Saudara Irman sejak lama, dan saya tahu betapa besar cintanya kepada daerah ini dan betapa kuat keinginannya agar Sumatera Barat maju dan masyarakatnya sejahtera. Saya juga kenal ayah dan keluarga besarnya sebagai tokoh Muhammadiyah dan penganut Islam yang taat.Penjelasan Walikota Padang ini kemudian ditanggapi lagi oleh Mochtar Naim dengan membuat surat terbuka di sebuah surat kabar di Padang pada tanggal 3 Juni 2013.

Persoalan dan isu pun makin melebar ke mana-mana.Sikap bersembuyi tokoh sebagai disebut di awal tulisan ini, lebay kata anak muda sekarang. Seolah-olah membiarkan api membesar, apalagi di dunia maya sudah bersebaran pendapat seenak perut masing-masing. Kadangkala banyak yang bicara hanya untuk mencari masalah, tapi tidak ada jalan keluar. Isu kristenisasi, tetaplah isu, tapi kristenisasi adalah lawan kita bersama. Jika kristenisasi terjadi oleh siapa saja, maka Singgalang Tagak Manjago! Kita lawan secara bersama-sama. Hal itu sudah terbukti waktu kasus Wawah tempo hari.Lippo memang harus dihardik dari sekarang, supaya manajemennya tahu kita mengawasinya dengan ketat. Tapi, jika Lippo sudah menyatakan, tidak akan melakukan kristenisasi, kita seharusnya menahan diri. Jika terus-menerus didesak dengan asumsi tak berdasar, lalu investor itu hengkang, siapa yang bertanggungjawab? Membuka lapangan kerja saat ini alangkah sulitnya. Akan ada 6.000 tenaga kerja di Basko Mall dan Lippo Mall. Disangka mudah membuka lapangan kerja sebanyak itu.Akan halnya kristenisasi yang kita takutkan itu, lebih takutlah kita pada SMA 1 Padang yang dibangun Yayasan Budha Tsuchi. Waktu itu mau akan pecah kota Padang oleh protes. Tapi lihatlah sekarang, SMA 1 menjadi sekolah paling rancak di Padang dan caci-maki pada Fauzi Bahar lenyap bersama waktu.Selain itu, jika takut kristenisasi, harap ditilik dalam-dalam pada sanubari keimanan kita, sudah sejauhmana kita mendidik generasi muda agar keislamannya kuat kokoh. Apa yang dilakukan Fauzi Bahar dan para ulama di Padang dengan menggiatkan didikan subuh, hapalan asmaul husna dan memakai busanah muslimah, bukankah itu salah satu cara membentengi diri. Selain itu juga meningkatkan ekonomi, sebab kita semua tahu, “kemiskinan mendekatkan pada kekafiran”.

Kita secara bersama-sama wajib mengikis kemiskinan agar tak tergiur idelogi baru apalagi agama lain. Untuk mengikis kemiskinan itu antara lain kita harus bekerja, untuk bekerja harus ada lapangan kerja. Mari kita berserah diri pada Allah Swt.***Sampai tahap ini, terus terang saya sangat prihatin dengan perkebangan yang terjadi. Apalagi masalahnya sudah menyangkut isu SARA yang sangat sensitif. Saya melihat pimpinan pemerintahan dan tokoh-tokoh masyarakat di Sumatra Barat tidak pula mengambil inisiatif untuk menjernihkan masalah ini. Saya prihatin karena sepertinya para pemimpin menyembunyikan diri, membiarkan isu-isu berkembang secara liar dan berpotensi menimbulkan akibat yang tidak kita inginkan.Karena tidak ada usaha dari pimpinan daerah, terutama Gubernur, untuk menjernihkan masalah ini, akhirnya saya mengambil inisiatif mengirim SMS (pesan singkat kepada Gubernur, Komandan Korem, Kapolda, Kajati, Ketua DPRD Sumbar, Rektor Universitas Andalas, UNP, Bung Hatta, Eka Sakti, dan Rektor lain di Padang, sebagai berikut:“Sehubungan dgn terjadinya kontroversi dan polemik di tengah masyarakat kita ttg masuknya Lippo Group di Pdg, dan sdh mengarah kpd SARA, saya sarankan bapak2 segera mengadakan pertemuan utk membicarakan hal ini dan mudah2an ada way outnya. Wass. Basril Djabar”.Hanya Kapolda dan Danrem dan rektor Unand yang langsung menelepon saya menanggapi SMS tersebut. Keduanya mendukung saran saya bahwa pimpinan daerah segera bertemu untuk menjernihkan masalah ini. Sayangnya, Gubernur Irwan Prayitno yang seharusnya memimpin upaya tersebut tidak menanggapi SMS saya. Bahkan saya dua kali mengirim SMS tersebut kepada nomor HP Gubernur.

Karena belum ada tanggapan dari Gubernur, dan agar bola liar tak terus bergulir, saya minta Redaksi Singgalang segera mewawancarai CEO Lippo Group James T. Riady. Ini adalah upaya fair agar kita orang Minang jangan sampai terkesan suka “lempar batu sembunyi tangan” atau “suka menyipak dari balik bukit”. Akhirnya dari James Riady Singgalang langsung mendapat penjelasan sebagaimana telah dimuat dalam berita utama edisi Rabu (5/6). Dalam berita tersebut James menjelaskan sebagai berikut:CEO Lippo Grup, James T Riady menyatakan, tidak ada niat dan upaya menjadikan RS Siloam Padang sebagai tempat kristenisasi. Jika tidak 99 persen, 95 persen karyawannya orang Minang dan pasti beragama Islam.“Kami punya hati dan Lippo merupakan perusahaan terbuka (Tbk), kami menghormati sensitivitas soal adat dan agama,” kata James Riady kepada Singgalang dalam sebuah wawancara khusus, Selasa (4/6). Menurut dia, Lippo menghormati sepenuhnya kebiasaan, adat dan agama, seperti yang diajarkan para pendiri bangsa.Karena itu, kata dia, anggapan akan ada kristenisasi lewat Rumah Sakit Siloam, salah besar, tidak akurat dan bukan atas fakta yang ada.“Lihatlah rumah sakit kami di Makassar yang Islamnya kuat dan di Palembang, tidak ada masalah dan tidak ada agenda terselubung. Ini murni bisnis dan untuk memberi pelayanan terbaik bagi anak bangsa,” kata dia.“Saya memang Kristen tapi di dalam agama saya banyak aliran dan kebetulan aliran yang saya anut, tidak mempercayai kristenisasi,” katanya.Ia yakin dan tahu agama tidaklah sama, tapi agama bukan untuk menimbulkan konflik, melainkan sebagai kekayaan dan konfigurasi membangun bangsa. “Semua usaha yang kami jalankan, sama sekali bersih dari misi agama. Ini murni bisnis dan pegang kata-kata saya itu,” kata dia lagi.

Berita selengkapnya bisa dibaca pada Singgalang edisi Rabu 5 Mei 2013, atau di www.hariansinggalang. co.id.***Tulisan ini saya buat semata-mata adalah untuk menjernihkan persoalan yang sedang terjadi di Sumatra Barat, dan bukan untuk membela atau menyalahkan pihak manapun. Juga bukan untuk membela Walikota Padang Fauzi Bahar.Sebagai warga Sumatra Barat, dan pernah selama 10 tahun menjadi Ketua Kadin Sumatra Barat (1989-1999), saya sangat memahami betapa beratnya membangun ekonomi dan dunia usaha Sumatra Barat. Lebih berat lagi setelah Padang dan Sumatra Barat umumnya dilanda bencana gempa beruntun sejak 2006, 2007 dan 2009. Dalam beberapa kali kesempatan saya pernah mengingatkan Walikota dan Gubernur untuk bekerja keras menciptakan kondisi yang kondusif dan berjuang agar Sumatra Barat tidak ditinggalkan para investor dan pengusaha.

Saya bisa membayangkan Walikota Padang Fauzi Bahar sangat antusias mendatangkan investor ke daerah ini. Ketika ia mendapatkan investor sekelas Lippo, mungkin saja ia sangat bersemangat dan langsung mengambil keputusan sehingga lupa berbicara dengan berbagai pihak yang perlu mendukung usaha tersebut seperti DPRD atau tokoh-tokoh informal di masyarakat kita.Saya kenal dan sangat paham dengan Fauzi Bahar. Ia cepat kaki ringan tangan, tetapi sering lupa dengan kearifan yang sangat diperlukan dalam memimpin. Karena itulah, pada peringatan satu tahun kepemimpinannya sebagai Walikota Padang, 20 Februari 2005, saya yang diminta memberi sambutan mewakili masyarakat Padang, sengaja menasihatinya dengan mengatakan agar dalam memimpin Kota Padang jangan menggunakan “ilmu koncek” alias ilmu katak, begitu teringat langsung melompat.Mulanya mungkin ia tersinggung dengan nasihat saya. Tetapi setelah saya beri penjelasan, bahwa saya sangat ingin ia sukses memimpin Padang, Fauzi bisa menerima nasihat saya. Saya katakan langsung kepadanya, kita di Minangkabau ini “Berbuat baik pada-padai, berhuat jahat sekali jangan”.Saya yakin, tujuan Fauzi Bahar membawa investor adalah sangat baik, untuk membangun Kota Padang, membuka lapangan usaha dan menyediakan lapangan kerja kepada generasi muda kita yang banyak menganggur. Hanya saja, Fauzi mungkin karena sangat bersemangat, lupa mengkomunikasikannya dengan berbagai pihak.Bagi kita di Ranah Minang ini, tidak ada kusut yang tidak selesai. Dalam menyelesaikan masalah, kita juga harus melakukannya dengan baik, dan ada mekanisme “bajanjang naiak batanggo turun”. Karena Fauzi Bahar dianggap sebagai pihak yang terkait langsung dengan masalah ini, maka sudah saatnya Gubernur Sumatra Barat dan tokoh pemimpin di tingkat provinsi yang harus turun tangan menyelesaikannya.

Karena itulah, saya mengimbau dan menyarankan Gubernur, Muspida dan para Rektor –dengan mengajak MUI dan LKAAM—mengadakan pertemuan untuk menjernihkan soal ini.Lakukanlah penyelesaian dan penjernihan masalah secara bijaksana, gunakan berbagai pertimbangan akal sehat, dan jangan secara emosional apalagi dengan mengaitkan dengan isu-isu SARA segala macam. Apalagi dengan menyerang pribadi orang-orang tertentu. Gunakanlah adat dan budaya Minang yang mengutamakan akhlak dan budi yang mulia.Cara kita menyelesaikan dan menjernihkan masalah ini, akan menentukan nilai kita di mata masyarakat luas, nasional dan internasional. Apakah kita akan menjadi the winner (pemenang) atau menjadi pecundang (the losers), sangat tergantung dari cara kita menyelesaikan setiap masalah yang kita hadapi.To be a winner or become a losers, semuanya kita yang menentukan. (*)

2 komentar:

  1. Coach prіme outlets a fantastic intruder nnevertheless men and
    women sshe Һɑs may be.My spоսse and i talked to օther Moreno community laѡ enforcemnt offiсials
    service and this man was indeed quotation expressing(From all of the any generating watch certainlү) Which your persօnal Mquite possiblyeno golf holle authorities type fеels about that waas a new ԝithin the n. Http://fwbell.Com/brands/Coach-Okc-outlet.aspx

    BalasHapus