Selasa, 09 Agustus 2011

Kenangan indah bersamamu, kakek…!

Kisah ini aku cukil dari penggalan-penggalan panjang kanvas kehidupan yang telah kulalui lebih kurang 36 tahun yang lalu disebuah desa kecil Bayang Pessel. Sebuah diaroma yang menawan waktu itu, irama kesyahduan masih mengalir dengan manisnya dimana setiap orang mencoba untuk bersinergi dengan yang lain.

Aku ditakdirkan tinggal bersama seorang kakek yang telah memelihara aku dan adik perempuanku di sebuah ‘parak’ kecil yang ditanami ketela pohon, ubi rambat, dan beberapa pokok kelapa serta memelihara beberapa ekor ayam. hampir setiap hari rabu pagi kakekku dengan tertatih-tatih dalam ketuaannya membawa kelapa, ubi rambat, maupun ketela pohon kepasar yang jaraknya sekitar 3 kilometer dari desa kami.Pulangnya dari pasar beliau telah membawa ikan asin, keripik, ataupun kadang martabak yang kemudian kami nikmati dengan lahap.

Banyak semangat positif yang beliau tularkan kepada kami berdua; hampir tidak pernah bosan beliau menasehati kami agar jadi orang, hamper setiap pagi jam 3 beliau telah bangun dengan rutinitas yang hampir setiap pagi beliau lakukan (buang air besar disebuah cerukan bekas sumur dibawah pokok kelapa yang ada ‘tabuhan’ diatasnya, membakar singkong sambil menghangatkan tubuh ringkihnya, ditemani oleh secangkir teh yang sampai sorenya terus ditambahi air sehingga rasanya sudah sangat hambar, dan selesai shalat subuh maka tubuh beliau akan berkeringat karena mengayunkan pacul hatta hanya sekedar menyiangi rumput-rumput yang bandel terus bertumbuhan serta kemudian beliau akan mandi pada sebuah sumur tua yang masih berisi air ditegalan bawah parak kami.

Sementara apa yang aku lakukan waktu itu?. Aku dalam usia anak-anak itu lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain-main; mengganggu adikku sehingga dia sering menangis, sembunyi-sembunyi mengambil beberapa butir telur ayam dan kemudian dijual untuk beli makanan, atau mencuri buah pala dari parak/ladang tetangga untuk dijual dan dibelikan makanan atau nonton video didesa tetangga.

Waktu itu, bisa menonton video ditempat yang sangat jauh tersebut sudah merupakan kebahagian dan kebanggaan karena keesokan harinya akan berbusa-busa mulutku menceritakan tentang heroiknya lakon yang semalam kutonton.

Oh,..ya. kita kembali kepada kisah awal tentang kakekku karena hal-hal lain tersebut akan kuceritakan dalam kesempatan lainnya.

Setamat SMP, aku berangkat ke Padang, ikut ibuku yang sudah merantau sejak aku masih kecil, semenjak bapakku meninggal dunia dan akhirnya ibuku menikah yang sampai sekarang telah memberiku 3 orang adik seibu.

Aku kemudian larut dengan irama hidup nun jauh dirantau jauh dari kakekku yang hampir tak pernah lagi kusapa dan kujenguk ke kampung sampai suatu hari ada berita yang dibawa orang kampung bahwa kakekku telah meningggal dunia tanpa aku belum sempat membalas jasa beliau walau hanya dengan ucapan terima kasih dan bersimpuh dikaki kurusnya.

Aduhai kakek, maafkanlah cucumu yang tidak mampu membalas jasamu, terenyuh aku sampai sekarang melihat dipan tuamu serasa engkau masih disana menatapkku dengan harap kapan cucu yang dibesarkannya pulang walau hanya membelikan sebungkus rokok kawung kesukaanmu, maafkan aku kakek yang sampai sekarang tidak pernah lagi melihat kuburanmu sejak dimakamkan dulu, maafkan aku kakekku karena aku jarang mendo’akanmu seolah tidak ada jasa yang kau taburi dalam kisah hidupku.

Ya Allah, berikan hamba kesempatan untuk meneladani kakekkku dengan kesederhanaan dan kerja ikhlasnya; lapangkanlah jalannya menuju-Mu dan berilah dia kesempatan tersenyum dialam sana karena menyaksikan aku sudah mencoba menjalannkan amanahnya menjadi orang yang berguna masyarakat banyak.

Kakek, kurindu belaian tangan kurusmu, kurindu mendengar batukmu yang seumpama Mozart mendayu; kurindu pandanganmu yang menikam relung kalbuku dengan berjuta kata mutiara biru,..Kakek, kurindu padamu dan tunggu aku di gerbang sorga-Nya agar bersama kita menuju rumah abadi yang akan kita huni selamanya,….sampai tak berbilang waktu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar