Selasa, 09 Agustus 2011

Abak, bahumu begitu kokoh,..tapi.

Abak,..izinkan anakmu mengulangi panggilan yang barangkali akan membuatmu tersenyum di alam sana. Abak,..kurindu dirimu walau ku tak mampu menggambarkan seperti apa rupamu. Abak,..yang kuningat sampai sekarang betapa kokoh bahumu menyandangku ke tepi sungai, berayun-ayun aku datas bahumu, sungguh menyenangkan,..tapi aku tak tahu tahu seperti apa rupamu,. Abak.

Bapakku yang kupanggil abak (kayaknya dari bahasa arab, abi) emang kalo diingat-ingat banyak kosakata bahasa minang yang dekat dengan bahasa arab (example: amak dari ummi, dll deh) makanya minang itu disebut-sebut dekat dengan arab malahan filosofi yang dibangga-2kan begitu heroik “Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah”; syarak mangato adat mamakai, dan lain sebagainya dan,….stop!. kembali ke topik utama ya,..sorry pembaca, nanti saya sampaikan lebih lanjut dalam seri yang lain; ini kan tags nye kenangan indah.

Bapakku yang kupanggil abak, meninggal sewaktu usiaku sekitar 2 tahunan suatu masa emas bagi seorang anak balita, sedang manja-manjanya, sedang gemes-gemesnya, dan seterusnya. Beliau meninggal dalam usia yang kayaknya belum tua bener, usia 30-tahunan lah kira-kiranya.

Cerita meninggal beliau juga mengharukan karena pada suatu panen padi di Koto Berapak; kami tinggal di desa Lubuk Aur dan Koto Berapak ini desa kelahiran Bapakku; beliau ikut memanen padi membantu keluarga bako dan seperti biasanya ada bagian beliau disana.

Nah, sewaktu mengangkat padi ke heler, beliau mendadak diserang sakit kepala, kalo bahasa minangnya ‘paniang’ sehingga beliau nyender di dinding heler itu dan ketika beliau dipegang oleh temannya ternyata beliau tidak bernafas lagi.

Abak, yang wajahnya tidak lagi kuingat karena sampai sekarang saya tidak mendapatkan dokumentasi berupa foto beliau, duh zaman dulu emang mahal sekali yang namanya foto.

Abak,..

Moga engkau tenang disisi-Nya dan mudah-2an kita dipertemukan-Nya kelak ditempat yang sebaik-baiknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar